Masalahnya hanya satu: aku terlalu melankolis dan semua ini menjadi beban bagiku...
Menapaki bulan ketiga di tahun 2010, bermunculan banyak sekali hal-hal yang sebelumnya tak pernah terpikirkan di benakku.
Serangan tugas bertubi-tubi dari dosen menyebabkan tak pernah sekalipun ada presentasi, review, resume, paper di minggu pertama ini. Shock jelas, ternyata mengambil 23 sks dengan pertimbangan ingin cepat lulus benar-benar melelahkan. Namun, sampai sekarang ini aku sangat bersyukur kepada Tuhan Yesus karena telah banyak membantuku mengerjakan semua ini lewat bantuan compaq, dan tentu saja otak cemerlang teman-temanku.
Bukan hal yang aneh jika mahasiswa di term kedua dipadatii oleh banyak tugas, wajar, namun menjadi tidak wajar jika ada hal-hal lain yang benar-benar mengusik kedamaian hati belakangan ini.
Aku ingin membicarakan rencana kepindahanku dari asrama mahasiswa UI ke kosan.
Hampir satu tahun aku tinggal dan kuliah di UI. Banyak orang datang silih berganti, beberapa di antaranya pernah benar-benar menjadi pelita hati, namun seiring berjalannya waktu pelita itupun kini kian redup. Begitu juga yang kurasakan di asrama.
Tempat ini telah menjadi rumah keduaku setelah kota kelahiranku di Kudus. Di sinilah aku mulai merajut mimpi-mimpi bersama teman-teman satu nasib dan sepenanggungan karena kami sama-sama berasal dari daerah yang jauh.
Kini, pintu mereka tertutup rapat. Sepi, dan tak sekalipun kudengar suara yang biasanya memenuhi lorong dengan tawa, canda, ataupun banyolan tiap kali kami berpapasan di lorong. Hampir semua dari mereka telah pindah.
Hari ini sengaja aku meminta nomor HP mereka kepada salah satu teman di depan kamar. Namanya Ika, mahasiswi yang alim jurusan Geografi MIPA UI. Baru setelah sekian lama kami kenal, baru kali inilah aku meminta nomor HPnya.
Aneh ya, setiap hari bertemu, setiap hari menyapa, makan bersama, mencuci bersama, tak sekalipun kami pernah menanyakan nomor HP satu sama lain. Jangankan nomor HP, nama lengkappun aku tidak tahu. Baru setelah kami bertukar nomor HP dan menulis alamat FB, kami tertawa.
Sebuah keluarga tak butuh nama ataupun nomor HP sebagai formalitas. Yang ada di antara kami hanyalah sebentuk rasa kekeluargaan yang pasti akan senantiasa diberikan bagi siapa saja yang menyebut tempat ini 'rumah'.
Dengan banyak pertimbangan satu minggu ini, aku menetapkan untuk menyudahi saja tinggal di asrama dan mulai berkemas untuk pindah di hari Selasa depan.
Tahukah teman, perih sekali membayangkan bahwa tidak akan pernah lagi bisa tinggal di 'rumah' ini, dan sekeras apapun aku memaksakan untuk tinggal lebih lama, tempat ini sudah tidak bisa disebut 'rumah' lagi karena personilnya pun sudah tidak lengkap...
Jadi, biarlah orang-orang menganggapku membesar-besarkan masalah atau apa, mereka bilang aku melankolis boleh saja, namun yang pasti sense of belonging pada tempat yang kusebut 'rumah' ini benar-benar merasuk dalam diriku.
Seberat isi koperku nanti, seberat itulah aku meninggalkan tempat ini.
Namun, di sela-sela aku berkemas, tiba-tiba aku memikirkan ide gila nan brilian yang membuatku senang kembali.
Rencana gila itu adalah, suatu ketika saat aku benar-benar merindukan kamar ini, aku akan kembali dengan kunci duplikatku yang akan terus kusimpan. Rencana ini didukung penuh oleh sahabatku Sari Oktavia yang tiba-tiba juga merasa agak menyesal mengapa tidak terpikirkan olehnya juga untuk menduplikat kunci.
Jadi biar kuhitung, hari ini adalah H-2 aku akan pergi. (exhausting)~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar