Ada hal-hal di dunia ini yang sulit untuk dijelaskan. Demikian juga aku yang kini rupa-rupanya terhenti sejenak pada satu titik dan menjadikanku untuk tidak bisa seperti dulu, bercerita mengenai apa saja yang ingin kuceritakan pada kalian semua di blogku ini. Jadi, saat ini aku sedang menyukai seseorang. Orang itu adalah sahabatku, dan jika aku terlalu menulis banyak hal tentang dirinya, aku sangat takut dia akan tahu mengenai perasaanku.
Case closed tentang cerita indah si anak FE. Aku sudah melepasnya benar. Aku tahu dia memang bukan untukku, dan tidak seharusnya aku menunggu lebih lama lagi karena aku tahu sebentar lagi pasti akan ada orang yang tepat yang akan hadir ke dalam hidupnya. Yang jelas orang itu bukanlah aku. Come on cheer up, ndut! I know you can move on!
Jadi, saat ini sepertinya aku sudah hampir 3 bulan tinggal di kosanku yang baru. Aku lupa benar bahwa hampir tiga bulan yang lalu aku berhenti untuk menulis di blog karena suatu alasan yang tidak jelas. Jadi, mari kuawali cerita ini tentang kosanku yang baru: Wisma Cornelius Barel, Depok.
Pindah ke Wisma Cornelius adalah ide gila dari Dikara Kirana—aku tidak tahu apakah ia benar-benar gila atau apa—aku gila juga sih mau diajak pindah ke sana hehehe… letaknya di daerah Barel, dekat fakultas Psikologi dan Fakultas Hukum. Jika dihitung mungkin hanya akan memakan waktu 5 menit untuk berjalan ke FISIP. Kami akhirnya pindah di awal bulan Maret dengan bantuan Papanya Dika—thanks berat Oom, dan APV nya—dari asrama menuju ke Wisma Kornelius. Tentu saja saat itu kondisi asrama benar-benar sudah sepi karena Sari Oktavia dan Widya Fithri sudah pindah duluan ke wilayah Kober. Jadi hari itu aku dan Dika sempoyongan pindahan karena barang kami banyak sekali hehehe…
Kami tinggal bersama dalam satu atap, satu kamar, satu kamar mandi, satu tempat boker (hehehhe), namun tentu saja tidak satu ranjang. Setiap kali ada teman kami yang main ke kosan, reaksinya pasti sama: terkejut karena kamar kami luas sekali dan barang kami yang ehmmm ‘sedikit’ masih belum memenuhi kamar nomor sepuluh di lantai satu tersebut. Aku suka kamar ini. Luas, dan tenang. Aku tidak merasa risih walau kosan ini diisi oleh orang campur laki-laki dan perempuan. Unity in diversity, right?? Hehe penghuni kosannya juga bermacam-macam walau memang kebanyakan diisi oleh anak Hukum atau Psiko. Waaa akhirnya inilah tempat tinggal kedua kami setelah asrama. Aku benar-benar keluar dari zona aman sekarang. Hmmm…
Aku sering keluar kamar kalau hendak menelepon Ibu karena sinyalnya parah. XL sama sekali tidak ada sinyal di tempat ini. Demikian juga yang dirasakan tetangga kami Calvin Lourdes He si anak Politik yang suka ngomel-ngomel gak bisa pakai modemnya karena keterbatasan sinyal. Calvin tinggal berseberangan dengan kamar kami, sama-sama di lantai satu namun bedanya ruangan miliknya ada AC sedangkan ruangan kamar kami tidak ;( huwoooo sedih! Calvin adalah tetangga yang baik. Aku jadi ingin menceritakan dirinya lebih banyak…
Jadi, tetangga kami bernama Calvin. Dia adalah mahasiswa jurusan Politik FISIP UI 2009. Dia adalah teman MPK Agama Katolik yang sama denganku. Aku sudah tahu tentang dirinya saat semester lalu kami berada di satu kelas Pengantar Ilmu Sosiologi yang sama. Sekarang aku dan dia adalah teman satu MPK Agama Katolik dan teman satu kosan yang sama hahaha :D
Calvin benar-benar memegang kuat sekali kebudayaan Cina-nya. Di mejanya penuh dengan tumpukan buku kebudayaan Cina dan berbagai macam diktat aneh yang tak bisa kubaca hurufnya. Setiap hari Sabtu/Minggu ia menghabiskan sebagian besar waktunya mengikui LBI Bahasa Cina di UI Salemba, ckckckkc…
Unik. Itu adalah satu kata yang bisa menggambarkan orang macam apa Calvin itu. Dia hanya membawa 6 setel baju ke kosan. Hampir semuanya adalah baju batik. Ia suka memakai sepatu formal kadang juga sepatu olahraga namun sama sekali tidak punya sandal. Ia suka membawa tas besar seperti tas naik gunung namun di dalamnya hanya ada Netbook kecil berwarna putih beserta modem yang tersetting dengan bahasa Cina yang sama sekali tidak dapat kumengerti apa artinya dan bagaimana cara membacanya. Calvin bermata sipit—seperti orang Cina kebanyakan—namun sangat suka pelajaran sejarah, di antaranya adalah sejarah mengenai Arab, semua hal yang berhubungan dengan Kitab Suci, berhubungan dengan Tradisi Yahudi, serta perkembangan negara-negara di dunia. Cara berbicaranya Calvin sangat khas. Ia sering mengatakan “Indah sekali”; “Pintar sekali”; “Hebat sekali” dan sering juga berdeham. Aneh. Hehehe…
Hampir tiap hari ia selalu berangkat kuliah bersama-sama denganku dan Dikara Kirana. Namun tidak pernah sekalipun pulang bersama pada akhirnya. Ia suka sekali menghabiskan waktu di kamarnya yang AC, suka ribut-ribut sendiri kalau di kamar mandinya ada cacing tanah—entah kenapa dengan badannya yang tinggi tegap seperti itu bisa juga takut cacing tanah—dan suka marah-marah kalau ada kutu yang beterbangan di kamarnya. Aku dan Dikara Kirana suka sekali menghabiskan waktu kami untuk nyampah di kamarnya Calvin. Niatnya sih ngadem, tapi ujung-ujungnya ngobrol, debat, bikin forum, nyanyi bareng, atau belajar SSI. Menurutku, Calvin adalah seorang mahasiswa yang cerdas. Daya analisisnya tajam, dan aku sangat mendukung my ‘little’ brotherku ini menjadi seorang dosen suatu saat nanti.
Jika pernah mengenal Calvin, pasti tidak heran jika masuk ke kamarnya akan ada FATWA-FATWA miliknya tentang bagaimana harusnya bertamu di kamarnya. Pertama, tidak boleh membuang sampah di kamar. Kedua, kalau online di meja saja dan di bagian kanan. Ketiga, kalau numpahin sesuatu harus dilap/dipel. Keempat, harus hati-hati memegang bukunya jangan sampai hancur, tertekuk, robek, dll. Entah ada berapa FATWA larangannya yang jelas semua itu sangat memuakkan hahahaha :D
Minimalis. Itulah Calvin. Selain hanya membawa 6 setel baju ke kosan, di mejanya seingatku cuman ada celengan warna kuning—kado ulang tahunnya dari Dika—buku-buku kuliah, buku-buku Cina, telepon rumah (yang jarang berdering), HP, dan tidak ada barang-barang lain yang unik. Kamarnya pun lebih bersih, lebih wangi, lebih higienis daripada kamarku. Calvin tidak pernah mengijinkan siapapun untuk memporak-porandakan kamarnya. Menurutku dia ini seperti Nenek, karena dia cerewet sekali. Satu hal yang perlu diingat, setelah tidak ada kegiatan apa-apa lagi, mau itu jam 6 sore pun Calvin pasti sudah memakai setelan piama batiknya.
Kamar mandi yang katanya ada cacing itupun parahnya lebih bersih daripada kamar mandiku, lebih luas sampai ibarat kata kalo ada lemari bajupun masih bisa muat dimasukkin ke dalam sana. Seringkali aku melihat orangtua dan adiknya menjenguk si “Nenek” cerewet ini di akhir Jumat, membawanya pulang ke Kalideres dan kembali pada Minggu sore. Namun sekarang sepertinya itu tidak akan terjadi lagi karena baru kemarin tanggal 23 Mei 2010 Calvin pindah dari kosan. Alasannya klise: libur 3 bulan.
Jadi, sekarang ini aku benar-benar merasa kehilangan seorang adik, nenek, dosen, dan penterjemah. Aku masih ingat bagaimana ia pernah membantai bahasa Inggrisku habis-habisan karena cara membacaku yang aneh. Dia selalu bilang kalau aku ini English-Javanese, tapi sering kali bilang kalau nanti aku dapat kesempatan untuk exchange student dia menyarankanku untuk exchange ke Timor Leste. Dasar nenek-nenek penggemar warna kulit! Dasar si sipit!! Hahaha :D
Okelah, jadi kamarnya sudah benar-benar sepi sekarang. Sebentar lagi rupanya juga akan libur, aku akan pulang dan akan kembali ke kosan ini nanti. Semoga kamar itu nanti diisi oleh penghuni baru yang menyenangkan, sopan, dan bisa seasyik Calvin. Waaaa… Calvin I will miss you little brother!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar