Cerita di atas kereta
Hari itu 4 April 2010. Minggu siang yang terik aku pulang ke Depok naik KRL Ekonomi AC dari arah Stasiun Jakarta Kota. Sesampainya di stasiun Manggarai dua orang penumpang baru masuk ke gerbong kereta kami. Keduanya adalah turis asing perempuan yang tingginya hampir menyentuh 180 cm, memakai kain batik Indonesia dan mereka sama-sama membawa dua travel bag yang digendong di punggung mereka. Setelah pintu kereta itu tertutup, keduanya segera menyesuaikan diri dengan kepadatan yang ada di dalam gerbong. Satu di antara yang dua duduk santai di atas travel bagnya itu dan memasang headphone ke telinganya untuk memutar musik. Turis Eropa satunya juga melakukan hal yang demikian namun bedanya ia kini tengah sibuk membaca sebuah buku yang tentu saja berbahasa Inggris (Hehe).
Aku mengamati orang-orang yang di dalam gerbong kesemuanya mengarahkan pandangan kepada kedua orang turis asing ini. Apa sih yang aneh pikirku? Mereka kan juga manusia... Aneh.
Belum cukup para penumpang melihat dua turis ini yang seakan-akan mereka punya belalai di wajah mereka, kini para penumpang menatap mereka erat-erat karena salah satu turis itu berbicara bahasa asing yang kudengar bukan aksen Inggris atau Amerika.
Baru setelah petugas portir itu lewat di gerbong kami untuk mengecek tiket kami pertanyaan itupun terjawab.
Petugas KRL ekonomi AC yang tingginya mungkin hanya mencapai pundak kedua turis ini protes karena kedua turis ini mempunyai tiket yang salah. Tiket mereka adalah Ekonomi seharga 1500 perak, dan mereka berada di kereta yang tidak tepat. Aku mendapati kelucuan dalam percakapan ini.
Bapak petugas portir itu memakai aksen Betawi untuk menjelaskan kepada kedua European Lady ini bahwa tiket mereka salah.
"You two, wrong ticket wrong ticket." kata si petugas karcis.
Kedua wanita ini tentu saja bingung, dan mulai berbahasa lain selain bahasa Inggris.
Mereka bercakap-cakap dengan bahasa kurcaci, sedangkan petugas ini memakai bahasa planet.
Yang menjadi perhatianku adalah walaupun keduanya sama-sama tidak mengerti apa yang dikatakan orang lain, para turis ini kulihat mengangguk-angguk tanda setuju-setuju saja.
Aku bingung. (Garuk-garuk)
Percakapan tiga orang ini telah menjadi percakapan publik. Kini semua orang yang ada di dalam gerbong tahu kalau turis ini salah masuk gerbong kereta. Baru beberapa detik aku ingin berdiri dan nekat mencoba menengahi dengan bahasa Inggrisku yang terbatas, aku keduluan orang lain.
Seorang wanita muda paruh baya kemudian mengambil alih percakapan ini dan mulai berkata keras-keras:
"Sorry miss, can I help you?"
Syukurlah, percakapan ini membuahkan hasil. Wanita muda paruh baya itu menjelaskan bahwa kedua turis ini salah masuk gerbong kereta dan keduanya harus membayar denda. Namun, kulihat kedua turis ini berubah mimik mukanya setelah dimintai hal ini dan kemudian malah memutuskan untuk turun dari gerbong bersama travel bagnya yang berat.
Huah... hari yang aneh. Ada-ada saja hari ini,
yang menjadi pikiranku sekarang ini adalah sudah sepatutnya kita penduduk Indonesia belajar bahasa Inggris sebagai bahasa International. Oh come on, ayooo dong open minded, sampai kapan kita mau begini terus...
Untuk bapak petugas portir tiket, belajarlah di LBI Universitas Indonesia, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Peace heheh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar