17 November 2009

Analogi Ruang

Analogi Ruang
Ada satu ruangan yang selama ini kuhindari. Tempat itu bernama loteng. Ada satu kenangan masa kecil di mana ketika aku nakal, saat Bapakku sudah mulai marah karena aku nakal, aku naik ke loteng untuk menangis. Ada kalanya mengingat masa kecil itu sungguh terasa suram, namun ketika sekarang ini aku jauh dari rumah, aku merasa sangat merindukan masa-masa dan semua tempat di mana semua kenangan ini berasal. Namun sesungguhnya, tempat yang bernama loteng itu menjadi saksi bisu di mana aku mulai tumbuh menjadi anak yang tegar. Saat aku menangis, kujadikan tembok loteng itu sebagai teman curhat. Aku bisa menulis di tembok-tembok yang hampir semua catnya mengelupas itu dengan bunyi yang sama. "Dear Tembok,..." seterusnya aku menulis segala rasa yang selama ini kupendam. Walaupun sedih mengingat saat-saat aku menangis di pojok sendirian, gelap, dan sepi, aku merasa tembok itu sudah menjadi kawan sejatiku sekaligus tempat aku mengadu. Loteng itu adalah ruang bersejarahku.
Hati manusia sama seperti rumah. Di dalamnya punya banyak ruangan. Dari ruang tamu hingga ruang makan, dari ruang belajar sampai bahkan ruang keluarga. Di dalam ruangan di sebuah rumah pasti punya kenangan-kenangan keluarga yang terpatri di dalamnya. Itulah yang menjadikan rumah dan ruangan itu menjadi hidup. Demikian juga dengan hati manusia. Jiwa manusia itu sama seperti ruangan. Punya banyak bilik, kamar, lorong yang panjang, dalam, sempit, terjal, berliku dan kadang buntu. Di dalam ruangan jiwa itu tersembunyi berbagai hal. Luka, tawa, suka, canda, sedih, pilu, remuk, dendam, cinta, asa, bahkan harapan. Di sanalah segala hal di dunia ini bisa terasa begitu indah, namun bisa juga terasa begitu merana. Semua itu disimpan di dalam sebuah ruangan bernama jiwa...
Lalu, aku mulai bingung dengan semua ini. Aku bertanya kepada jiwaku. Aku bertanya; mengapa setiap manusia yang normal bisa saling mencintai, dan bisa juga saling membenci?
Jiwa pun menjawab: Itu karena ruang yang dimiliki setiap manusia berbeda.
Orang yang dapat tulus mencintai adalah orang yang mempunyai ruangan yang lapang, bebas, ramah, dan terbuka di dalam hatinya. Ia mampu menampung segala perkara di dalam jiwanya itu, tak peduli apakah pasangannya itu telah menyakitinya berapa kali, telah meremukkannya menjadi berapa kepingan, apabila hatinya punya ruangan yang lebar dan lapang, saat itulah ia bisa tetap tulus mencintai.
Lalu bagaimana bisa ada seseorang yang di sepanjang hidupnya terbiasa mengeluh, suka bersedih hati, dan kadang kala diakhiri dengan bunuh diri?
Jiwa pun menjawab; itu karena di dalam relung hatinya ia tak punya ruangan lagi. Ia tak mampu lagi menampung segala masalah yang menjumpainya. Ruangan di dalam jiwanya itu pasti sempit sekali, berbatu, berlumut, kadang kala terkunci rapat seakan-akan ia tak mau lagi membukakan pintu itu kepada siapapun. Ia terlalu pasrah dalam hidupnya, dan tak mau lagi mencari-cari masalah dengan membuka tabir ruangannya itu. Terkadang mungkin saja di dalam ruangan yang terkunci itu sudah ditempati monster besar bernama kenangan pahit, rasa sesal, bahkan benci. Mungkin juga ia pernah suatu ketika mencintai seseorang sampai sebegitu dalamnya dan akibatnya saat ini ia tak punya sisa ruangan lagi untuk orang lain. Betapa bodohnya orang itu...
Ada sebuah lagu yang sangat mengena yang kuputar di telingaku, berdengung di dalam isi kepalaku, berdenyut di dalam nadiku yang menjadi ironi pahit yang selalu dilontarkan teman asramaku. Lagu itu berjudul All or Nothing at All, dipopulerkan oleh Westlife. Lagu itu berkisah tentang seseorang yang mempertanyakan tentang status hubungannya dengan pasangannya ini. Ia telah berjuang dengan segala hal agar pasangannya ini mencintainya juga, namun sayang sepertinya pasangannya ini masih terpaku pada sosok lama yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya itu. Di sini ia menekankan si pasangan agar memilih jalan mana yang mau diambil, menyerahkan segenap cintanya, tidak sama sekali, atau mempertegas bahwa selama ini mereka hanya berteman saja.
“ALL OR NOTHING AT ALL, OR ARE WE JUST FRIENDS?”
Itu menjadi sebuah benang merah tentang apa yang baru saja aku tulis, bagaimana seseorang terkadang bisa menutup dirinya pada hal yang baru, dan seakan berkata kepada orang lain secara tidak langsung yang menyiratkan NO ROOM INSIDE FOR YOU IN MY LIFE.
Menyakitkan...
Jadi, bukalah hati anda kepada siapapun, jangan pikirkan hal lampau yang membuatmu mundur, tapi percayalah bahwa dengan orang-orang baru yang ada di sekitarmu bisa membuat segalanya menjadi lebih baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar