Inilah cerita awal bagaimana aku bisa mendapatkan PPKB UI. Sepertinya semua orang yang sudah mengenalku pasti tahu akan cerita ini. Namun, aku juga ingin membagikan kisahku ini kepada kalian semua…
Pertama, aku sama sekali tidak berniat masuk UI. Bagiku, masuk ke universitas unggulan seperti UI hanya sebuah mimpi di siang bolong. Aku sebenarnya ingin sekali masuk ke Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta dan mengambil Fakultas Psikologi. Kedua orangtuaku sangat tidak mendukungku masuk ke sana. Namun, bukan aku namanya kalau tidak mencobanya. Kuputuskan saat itu untuk mendaftar Ujian Tulis (UTUL) UGM walau pada akhirnya 3 oilihan utamaku adalah Ilmu Hubungan Internasional, Ilmu Komunikasi, dan Ilmu Sejarah.
Aku bahkan sudah mendapat kartu ujian, dan sudah mensurveu beberapa kosan di Yogyakarta.
Siang itu, tanggal 8 Januari 2009 adalah siang yang sangat terik. Pada pukul dua belas siang, saat istirahat kedua, aku menemani seorang temanku bernama Penny trianawati untuk berkonsultasi ke BK (Bimbingan Konseling). Aku tidak tahu bagaimana, jadinya aku malah ditawari oleh seorang guru yang bernama Bu Ida untuk mengambil PPKB UI yang sepertinya masih belum ada yang mengisi.
Masalahnya, PPKB UI merupakan wilayah territorial bimbingan dari seorang guru yang lumayan galak, jutek, dan tidak penyabar bernama Ibu Soeketji. Setelah beberapa waktu ia melihat nilai-nilaiku dari awal kelas X sampai kelas XII semester I, dengan mendengus sebal ia membukakan padaku amplop berwarna cokelat berlogo makara UI itu. WOW.
Aku membalik-balik halaman demi halaman, dan cukup agak shock ketika melihat sebuah catatan kecil di lampiran Manajer Kemahasiswaan UI tersebut. Bunyinya seperti ini:
DOKUMEN HARUS SUDAH DITERIMA PALING LAMPAT TANGGAL 9 JANUARI 2009.
Sekarang tanggal berapa? Tanggal 8 Januari 2009. Besok dokumen itu bahkan harus sudah sampai…
Aku tersenyum simpul kepada Ibu Soeketji ini dan tertawa garing. Hahaha, nggak mungkin.
Namun, kau tahu apa yang terjadi?
Ia terlihat sangat pucat juga, dan kemudian berteriak dengan sangat keras sampai membuatku meloncat dari tempat duduk di ruang Bk yang apak itu, katanya: “Yo wis Mbak, isi wae!! Ndang gage!!” artinya ya sudah Mbak, isi saja cepat sana!!!
Aku melongo. Bingung.
Ia kemudian memaksaku membawa semua dokumen ini. Di situ ada 5 buah lembaran PPKB untuk 5 orang siswa. Ia tidak mempedulikan kata-kataku dan tetap memaksaku membawa semuanya.
Aku pulang kembali ke kelas dengan keadaan bingung. Sementara teman-teman yang lain malahan menyemangatiku untuk mengambil PPKB UI ini.
Di rumah, aku langsung menceritakan hal ini kepada Ibuku. Ibuku yang baik hati mendukungku juga untuk mengambil PPKB UI ini. Bagaimana sih, aku kan mau kuliah ke Jogja!!
Karena terbakar dengan perkataan Ibuku yang mengatakan bahwa kesempatan tidak datang dua kali, demikianlah akhirnya aku lari pergi ke Bank BNI untuk membayar uang pendaftaran tersebut. Tahukah kau apa yang terjadi??
Ketika aku masuk ke sana, saat itu waktu menunjukkan pukul 15:34 sore, tak lama si Satpam BNI itu mengunci semua pintu dan mengosongkan kasir. Ia menoleh kepadaku dan berkata, “Silakan Mbak, kloter terakhir.” Hahaha, aku tertawa garing. Bisa-bisanya aku malahan salah sebut ketika ditanya ingin masuk ke jurusan apa, aku malah menjawab ILMU KOMUNIKASI dan bukannya PSIKOLOGI.
Soal bayar-membayar BERES.
Belum selesai di situ, saat akan foto diri dan cek kesehatan, cuaca entah mengapa tidak bersahabat. Dari yang mulanya sangat terik berubah menjadi hujan deras dan demi apapun di dunia ini aku pas foto dengan kondisi rambut yang basah, lepek, mengenaskan, seperti tikus yang kecemplung dari got. Itulah aku, si calon mahasiswa baru.
Cek kesehatan di sebuah Rumah Sakit membuat mentalku down. Bukan karena aku ternyata mengidap penyakit apa, tapi si dokter ini resek banget karena malah mengatakan sesuatu yang membuatku drop. Ia berkata bahwa kuliah di Jakarta sama saja dengan kuliah di Bandung, yaitu BOROS. Oke, ia memang benar, dan aku jadi agak bimbang takut masuk UI dengan biaya mahal. Hey, itukan kalau aku lolos PPKB UI. Kalau tidak, aku toh akan tetap kuliah di Jogja, begitu pikirku.
Malamnya, dengan kondisi lepek parah, belum makan seharian, aku mengisi lembaran-lembaran PPKB UI dengan setengah hati. Agak sedikit terganggu mengapa tadi di BNI tidak memilih PSIKOLOGI, aku harus melingkari ILMU KOMUNIKASI itu di halaman PPKB UI ku itu. Bolpein mblobor, dan pensil yang tumpul, kulingkari semuanya saja. Aku pusing!!
Besoknya, dengan tiada kebanggan sama-sekali, aku si bodoh dari XII IPS 3 masuk ke ruang BK pada hari Jumat, 9 Januari 2009 membawa satu amplop besar lembaran PPKB UI yang sama sekali tidak menyertakan satupun sertifikat apalagi lembaran penghargaan kejuaraan atau apa. Raportku yang pas-pasan, fotoku yang lepek, serta sebuah esai singkat sajalah modalku untuk masuk ke sana. Parahnya lagi, si Ibu Soeketji ini bahkan tidak mengoreksi lagi apa yang telah kutulis dalam lembaran PPKB UI ku itu. Hahaha, guru yang aneh!
Baru setelah seharian membolos pelajaran karena mengurus surat Kepala Sekolah, Akreditas SMA dan macam-macam, aku bahkan mengeposkan dokumen itu SENDIRIAN ke Kantor Pos di Kota Kudus di tengah hujan dengan naik sepeda motor. Oke, dokumen itu tentu saja basah, namun aku tidak peduli.
Hambatan yang datang lain lagi:
Setelah sampai di Kantor Pos, (basah kuyup tentu saja) aku bergegas menuju counter pengiriman kilat khusus.
A: Aku
P 1: Pegawai Wanita Kantor Pos 1
P2: Pegawai Wanita Kantor Pos 2
A: Saya mau kirim dokumen yang paling cepet, pakai apa ya?
P1: Oh, silakan ke counter KILAT KILAT KHUSUS (nama yang aneh)
A: Ok. (bergeser satu langkah) Mbak, saya mau kirim dokumen ini. Bisa sehari sampai kan?
P2: Silakan. (Mulai menimbang dan mengetik alamat UI)
A: (Menunggu, membersihkan rambut dari air hujan)
P2: Oh, maaf mbak, 16424 itu kode pos Depok ya?
A: Iya, mbak. Kenapa?
P2: MAAF MBAK, Kami agen kami hanya sampai Jakarta. Yang ke Depok belom ada.
A: (%^&*#4%3#4@)
P2: Silakan ke KILAT KHUSUS SAJA.
A: (43%^&*^%#$@ bergeser ke tempat semula) Paling cepet kilat khusus berapa hari, Mbak? Dua hari bisa kan?? (dengan nada agak memohon)
P2: TIDAK BISA MBAK. Paling cepet itu 4 hari. Besok SABTU. MINGGU kami libur, yah mungkin Selasa itupun baru sampai JAKARTA.
A: ($%^&&&*^%$^$) Ya sudah deh. Apa saja T.T
Begitulah, hidup-matiku akan masuk UI tergantung pada ini semua. Sepulangnya dari Kantor Pos, bukannya si Ibu Guru membangkitkan semangatku, yang ia lakukan adalah berkata seperti ini: “Kalau ndak ketrima jangan nangis ya, Mbak…” Hahaha, kujawab: “Nggak kok, Bu. Saya mau kuliah di Jogja saja.”
Kira-kira pada bulan Februari tanggal 16 atau berapa aku lupa, surat berwarna kuning bertandatangan sang Rektor Gumilar RoesliwaSoemantri muncul di hadapanku dan mengatakan bahwa aku lolos PPKB UI Jurusan Ilmu Komunikasi 2009. SHOCK? Jelas. Bahkan pingin pingsan rasanya. Hahaha THANKS GOD!!
Dari pengalamanku ini yang mau kutulis simple saja, yaitu bahwa TIDAK ADA DI DUNIA INI YANG MUSTAHIL. Walau sekuat apapun keinginanku untuk bersekolah di Jogja, inilah jawaban yang Tuhan berikan untukku. So, here I am.
Jadi, buat siapa saja yang membaca tulisan sampah yang tidak berguna ini, bersyukurlah pada kesempatan yang Tuhan berikan di dalam hidupmu. Jangan pernah sia-siakan kesempatan itu, dan ketika kamu mengucap dengan penuh harapanmu padanya, tiada hal yang tidak mungkin. Hehehe :D
Semangat!!
aku juga lagi berusaha masuk ppkb ui kak, doain ya, kesempatan ini juga datangnya tak diduga tak dinyana... haha, kurang lebih sama prosesnya. aneh bin ajaib, tapi BISMILLAH, semoga akhir nasibnya sama :-)
BalasHapus